Segala
puji hanya milik Allah semata, shala-wat dan salam semoga tetap
dicurahkan kepada hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga dan
para shahabatnya. Amma ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki
ataupun perempuan, agar siapa saja yang membaca-Nya dapat
bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana sabda beliau:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari).
Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya:
1. Menyempurnakan wudlu;
(Seseorang yang yang
hendak melakukan shalat) hendaknya berwudlu sebagaimana yang
diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap firmanNya:
“Wahai
orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan shalat, maka
cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala
kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua mata kaki…” (Al-Ma’idah: 6).
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan.” (HR. Muslim ).
Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya:
“Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhu”.
2. Menghadap ke kiblat:
Yaitu Ka`bah, di mana
saja ia berada dengan seluruh tubuhnya (secara sempurna), sambil
berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat sesuai yang ia inginkan,
apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa mengucapkan niat tersebut
dengan lisannya, karena mengucapkan niat dengan lisan itu tidak
dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut merupakan perbuatan bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melafadzkan niat begitu juga para sahabat. Disunnahkan meletakkan sutrah
(pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu
termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat harus
menghadap kiblat sebab tidak sah shalat seseorang jika tidak menghadap
kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah banyak dijelaskan dalam
kitab-kitab fikih.
3. Takbiratul ihram dengan mengangkat ke-dua tangan hingga sejajar dengan pundak
sambil mengucap Allahu Akbar lalu mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
4. Mengangkat kedua tangan di saat bertak-bir hingga sejajar dengan kedua pundak
atau sejajar dengan kedua telinganya.
5. Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya,
Yaitu dengan
meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri, atau pada pergelangan
tangan kiri, atau pada lengan tangan kiri, karena hal tersebut ada
haditsnya, (seperti) hadits yang bersumber dari Wa’il bin Hujr dan
Qubaishah bin Hulb Al-Tha’iy yang ia riwaratkan dari ayahnya
radhiyallahu ‘anhu.
6. Disunnahkan membaca do’a istiftah:
“Ya
Allah, jauhkanlah antaraku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat; Ya Allah, sucikanlah aku
dari kesalahan-kesalahanku seba-gaimana pakaian putih disucikan dari
segala kotoran; Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesa-lahan-kesalahanku
dengan air, es dan salju” (Muttafaq `alaih yang bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).
Boleh juga membaca do’a yang lain sebagai gantinya, seperti:
“ Maha Suci Engkau, Ya Allah, dengan segala puji bagiMu, Maha Mulia
NamaMu, dan Maha Tinggi kemuliaanMu, tiada Tuhan yang yang berhak
disembah selain Engkau“.
Karena do’a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do’a istiftah lain dari keduanya yang ada dalil shahihnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama)
adalah pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada saat
yang lain membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil
shahihnya, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam).
Kemudian membaca:
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk ” “Dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang“.
Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak syah shalat seseorang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah “, dan sesudah itu membaca “Amin” secara jelas (nyaring) dalam shalat jahriyah, dan sirr (tersembunyi) dalam shalat sirriyah.
Kemudian membaca
ayat-ayat Al-Qur’an, dan diutamakan bacaan dalam shalat Zhuhur, Ashar
dan Isya’ dari surat-surat yang agak panjang, dan pada shalat Shubuh
surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib surat-surat
pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang panjang atau
setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib, sebagaimana yang
diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pada
shalat Ashar hendaknya membaca surat yang lebih pendek dari pada bacaan
shalat dzuhur
7. Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar
dengan kedua pun-dak atau kedua telinga, dengan menjadikan kepala sejajar dengan punggung dan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka sambil thuma’ninah di saat ruku` dan mengucapkan:
“Maha suci RabbKu Yang Maha Agung”
Dan lebih diutamakan membacanya tiga kali atau lebih, dan di samping itu dianjurkan pula membaca:
“Maha Suci Engkau, Wahai Rabb kami dan dengan segala puji bagiMu, Ya Allah, ampunilah aku”.
8. Mengangkat kepala dari ruku’,
sambil mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga
sambil membaca:
“Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.
baik sebagai imam atau shalat sendirian. Lalu di saat berdiri mengucapkan:
“Wahai Rabb kami, milikMu segala pujian sebanyak-banyaknya lagi baik
dan penuh berkah, sepenuh langit dan bumi, sepenuh apa yang ada di
antara keduanya dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki kelak”.
Dan jika ditambah lagi sesudah itu dengan do’a:
“ Pemilik puja dan puji, ucapan yang paling haq yang diucapkan oleh
seorang hamba; dan semua kami adalah hamba bagiMu; Ya Allah, tiada
penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat
memberikan terhadap apa yang Engkau halangi, tiada berguna bagi orang
yang memiliki kemuliaan, karena dariMu lah kemuliaan”.
Maka hal tersebut
baik, karena yang demikian itu ada dasarnya dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits shahih.
Adapun jika ia sebagai ma’mum, maka di saat mengangkat kepala membaca:
“Wahai Rabb kami, milikMu lah segala puji-an“… hingga akhir bacaan di atas.
Dan dianjurkan
meletakkan kedua tangannya di atas dadanya, sebagaimana yang ia lakukan
pada saat berdiri sebelum ruku`, karena keshahihan hadits dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan demikian, yaitu hadits
yang bersumber dari Wa’il bin Hujr dan Sahal bin Sa`ad radhiyallahu
‘anhu.
9. Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua lutut sebelum kedua tangan, jika
hal tersebut memungkinkan. Dan jika tidak, maka men-dahulukan kedua
tangan sebelum kedua lutut, sambil menghadapkan jari-jari kedua telapak
kaki dan jari jari kedua telapak tangan ke qiblat, dengan posisi
jari-jari telapak tangan rapat. Dan sujud di atas tujuh anggota tubuh,
yaitu dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung
jari kedua telapak kaki, sambil membaca do’a:
“Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” tiga kali atau lebih:
Dianjurkan pula membaca:
“Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku “.
Dan memperbanyak do’a, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Adapun
ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu, dan adapun sujud, maka
bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo’a, sebab layak untuk diterima
bagi kalian.”
Dan juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
“ Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do’a.”
Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya.
Hendaknya (diwaktu
sujud) ia memohon kepa-da Tuhannya kebaikan dunia dan akhirat untuk
dirinya dan untuk orang lain dari kaum muslimin, baik itu dalam shalat
wajib maupun dalam shalat sunnah. Dan (diwaktu sujud) hendaknya
mereng-gangkan kedua lengan tangan dari kedua lambung dan perut dari
kedua pahanya sambil mengangkat kedua hasta/lengah tangannya dari tanah,
sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“ Tegak luruslah kalian di saat sujud dan jangan ada seorang
dari kalian meletakkan kedua lengan tangannya seperti anjing meletakkan
kedua lengan tangannya.” (Muttafaq `alaih).
10. Mengangkat kepala sambil bertakbir,
bertumpu pada kaki kiri dan mendudukinya, sedang-kan kaki kanan ditegakkan, meletakkan
kedua tangan di atas ujung kedua paha dan kedua lutut, lalu mem-baca:
“Wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai
Rabbku, ampunilah aku. Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihilah aku,
berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, berilah aku kesehatan dan
tutupilah kekuranganku.”
Hendaknya thuma’ninah
(berhenti sebentar) di waktu duduk, hingga setiap persendian
benar-benar berada pada posisinya, sebagaimana di saat ia berdiri
i`tidal sebelum ruku`, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
memanjangkan (waktu) i`tidalnya sesudah ruku` dan ketika duduk di antara
dua sujud.
11. Sujud yang kedua sambil bertakbir,
dalam melakukannya sebagaimana ia melakukan pada sujud pertama.
12. Mengangkat kepala (bangun) sambil bertakbir,
dan
duduk sejenak seperti duduk antara dua sujud. Ini disebut duduk
istirahat, hukumnya sunnah menurut pendapat yang lebih kuat dari dua
pendapat para ulama, dan jika ditinggalkan maka tidak apa-apa. Dan pada
duduk ini tidak ada bacaan atau pun do’a.
Lalu bangkit dan
berdiri untuk melakukan raka`at yang kedua dengan bersanggah pada kedua
lutut jika memungkinkan, dan jika tidak memung-kinkan, maka bersanggah
kepada kedua tangan di atas lantai, kemudian membaca Al-Fatihah dan
sete-rusnya seperti apa yang dilakukan pada raka`at yang pertama. Tidak
boleh bagi seorang ma’mum menda-hului imam, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melarang umatnya dari tindakan seperti itu, demikian
juga dibenci memba-rengi imam. Sunnahnya bagi ma`mum, gerakan-gerakannya
harus sesudah gerakan-gerakan imam-nya dengan tidak berbarengan, dan
harus setelah terhentinya suara imam, karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“ Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai imam agar diikuti, maka
janganlah kalian menyelisihinya, oleh karena itu, jika ia bertakbir maka
bertakbirlah kalian, dan jika ia ruku` maka ruku`lah kalian, dan
apabila ia membaca: “Sami`allahu liman hamidah”, maka bacalah: “Rabbana
wa lakal-hamdu”, dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian” (Muttafaq `alaih).
13. Jika shalat itu adalah shalat dua raka`at, seperti shalat Subuh, shalat Jum`at dan shalat `Id, maka duduk iftirasy setelah
bangkit dari sujud kedua, yaitu dengan menegakkan kaki kanan, dan
bertumpu pada kaki kiri, tangan kanan diletakkan di atas paha kanan
dengan menggenggam semua jari kecuali jari telujuk untuk berisyarat
kepada tauhid di saat meng-ingat Allah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
berdo’a. Jika jari manis dan jari kelingking tangan kanan digenggamkan,
sedangkan ibu jari dibentuk lingkaran dengan jari tengah dan berisyarat
dengan jari telunjuk, maka hal tersebut sangat baik sekali, karena kedua
cara tersebut ada di dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dan afdhalnya melakukan cara yang pertama pada suatu saat dan
cara yang kedua pada saat yang lain. Sedangkan tangan kiri diletakkan di
atas (ujung) paha kiri dan lutut; lalu membaca Tasyahhud, yaitu:
Kemudian dilanjutkan dengan membaca:
Lalu memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dengan membaca:
Kemudian berdo’a, memohon kepada
Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Dan apabila berdo`a untuk kedua
orang tua atau untuk kaum muslimin, maka dibolehkan, baik di waktu
shalat wa-jib ataupun shalat sunnah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarinya Tasyahhud, beliu bersabda:
“Kemudian hendaknya ia memilih do`a yang lebih disukai, lalu berdo`a”
Do`a yang disebutkan
dalam hadist di atas men-cakup semua apa saja yang berguna bagi
seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah itu memberi salam
dengan menoleh ke kanan dan salam dengan menoleh ke kiri, seraya
mengucapkan:
14. Jika shalat yang dikerjakan adalah tiga raka`at, seperti shalat Maghrib, atau empat raka`at, seperti shalat Zhuhur, `Ashar dan Isya’, maka hendak-nya ia membaca tasyahhud
tersebut di atas dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, kemudian bang-kit dengan bersanggah kepada kedua
lututnya, sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua
pundak dan membaca Allahu Akbar, lalu mele-takkan kedua tangan di dada sebagaimana diterang-kan di atas kemudian membaca Al-Fatihah saja.
Jika ia membaca surah
atau ayat pada raka`at ketiga dan keempat dalam shalat dzuhur sesudah
al-Fatihah pada saat-saat tertentu, maka tidak apa-apa. Karena ada
hadits shahih yang menunjukkan hal tersebut dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Sa`id radhiyallahu ‘anhu.
Dan jika tidak membaca shalawat pada tasyah-hud pertama, maka tidak apa-apa, karena hukumnya sunnah, tidak wajib dalam tasyahhud awal. Kemudian membaca tasyahhud setelah
raka`at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka`at keempat dari
shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’, berikut dengan shalawat kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam , dan memohon perlindungan kepada Allah
dari empat perkara yang disebutkan di atas (adzab Neraka Jahannam, siksa
kubur, fitnah kehi-dupan dan kematian dan dari kejahatan fitnah
Dajjal), lalu perbanyak berdo`a.
Dan di antara do`a yang diajarkan pada akhir tahiyyat (tasyahhud) dan juga dalam kesempatan-kesempatan lainnya adalah:
“ Ya Rabb kami, karuniakan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari adzab api Neraka”.
Karena ada hadits shahih yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Kebanyakan dari do`a-do`a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar.
Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam shalat yang dua raka`at, hanya saja posisi duduk saat ini adalah duduk tawarruk,
yaitu duduk dengan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki
kanan dan kemudian mendudukkan pantat di atas tanah, sedangkan kaki
kanan tegak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Humaid. Kemudian
memberi salam ke kanan sambil mengucapkan: dan salam ke kiri seraya
mengucapkan:
Sehabis itu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah tiga kali, membaca:
“Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Selamat dan dariMu-lah keselamatan,
Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Pemilik keagungan dan kemulia-an; tiada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya,
milikNya lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu; tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi terhadap apa yang Engkau
berikan, dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau halangi,
tidaklah bermanfaat kemuliaan bagi pemiliknya kecuali kemuliaan itu dari
Engkau. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak
menyembah kecuali hanya kepadaNya; kepunyaanNya lah kenikmatan dan
milikNya lah karunia, dan bagiNya-lah sanjungan yang baik, tiada tuhan
yang berhak disembah selain Allah, dengan tulus ikhlas tunduk kepadaNya
sekalipun orang-orang kafir tidak suka”.
Kemudian bertasbih (mengucapkan Subhanallah ) sebanyak 33 kali, memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali dan bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) 33 kali, serta digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:
“Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada
sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala
pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Lalu membaca ayat
Kursi, Surat Al-Ikhlash, surat Al-Falaq dan Surah An-Nas pada setiap
kali selesai shalat. Dan dianjurkan (disunnahkan) meng-ulang tiga surat
tersebut sebanyak 3 kali setelah selesai shalat Maghrib dan shalat
subuh, berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang menganjurkan tentang hal itu, begitu pula dianjurkan
(disunnahkan) menambah dzikir tersebut di atas, terutama setelah shalat
Maghrib dan shalat Subuh dengan dzikir berikut 10 kali:
“Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada
sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala
pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
Semua itu berdasarkan hadits shahih dari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika ia sebagai imam, maka hendaknya berbalik menghadap para ma’mum sesudah beristighfar 3 kali dan mengucapkan:
“Ya Allah, Engkau Yang Maha selamat dan dariMu lah keselamatan,
Maha Tinggi lagi Maha Suci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan
kemuliaan”.
Kemudian membaca
dzikir-dzikir sebagaimana tersebut di atas, yang banyak disebutkan dalam
hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya
adalah hadits shahih yang dari `Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Semua dzikir di atas hukumnya sunnah,
tidak wajib.
Disunnahkan pula bagi
setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan shalat sunnah 4 raka`at
sebelum Zhuhur dan 2 raka`at sesudahnya, 2 raka`at sesudah shalat
Maghrib, 2 raka`at sesudah Isya dan 2 raka`at sebelum shalat Subuh.
Jumlah kesemuanya 12 raka`at, yang dinamakan shalat rawatib; Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjaganya di waktu muqim, adapun di
waktu beper-gian beliau hanya melakukan shalat sunnat Subuh dan witir.
Untuk kedua shalat sunnah tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak pernah meninggalkannya baik di waktu muqim maupun di
waktu bepergian. Beliau adalah teladan bagi kita, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik”. (Al-Ahzab: 21).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.(HR. Bukhari).
Dan lebih utama (afdhal)
shalat-shalat rawatib dan shalat witir dilakukan di rumah, namun jika
dilakukan di masjid, maka tidak apa-apa sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah, kecuali shalat wajib.” (Hadits ini disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim)
Menjaga shalat
rawatib dengan sungguh-sung-guh merupakan bagian dari sebab seseorang
masuk Surga, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari
Ummi Habibah radhiyallahu ‘anhu sesungguh-nya dia berkata: Saya telah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tiada seorang hamba muslim pun yang selalu melakukan shalat sunnat
12 raka`at selain dari shalat wajib pada setiap hari, melainkan Allah
bangun untuknya sebuah istana di Surga.”
Dan sesungguhnya Imam
At-Tirmidzi di dalam riwayat haditsnya juga menjelaskan (menafsirkan)
hadits di atas sebagaimana yang kami sebutkan tadi.
Jika ia melakukan 4
raka`at sebelum shalat Ashar, 2 raka`at sebelum Maghrib, dan dua raka`at
sebelum shalat Isya`, maka itu lebih baik sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Allah akan memberi rahmat kepada seseorang yang selalu shalat 4 raka`at sebelum Ashar“. (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan ia menghasankannya; dishahihkan Ibnu Huzaimah, sanad hadits tersebut shahih).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“ Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalatnya, di antara dua adzan ada shalatnya, -Lalu beliau bersabda untuk ketiga kalinya: Bagi yang menghendaki.” (HR. Al-Bukhari)
Dan jika shalat 4
raka`at setelah shalat Zhuhur dan 4 raka`at sebelumnya, maka itu pun
baik pula, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang menjaga 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 4 raka`at sesudahnya, maka ia diharamkan oleh Allah atas api Neraka.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad shahih dari Ummi Habi-bah radhiyallahu ‘anhu)
Maksudnya adalah, ia
menambah 2 raka`at atas shalat sunnat rawatib sesudah Zhuhur, karena
shalat sunnat rawatib Zhuhur itu 4 raka`at sebelumnya dan 2 raka`at
sesudahnya. Maka jika ia melakukan dua rak`at shalat sunnat lagi
sesudahnya, tercapailah apa yang disebutkan di dalam hadits Ummi Habibah
tersebut.
Dan Allahlah Pemberi
taufiq, dan semoga Allah tetap mencurahkan shalawat dan salam kepada
nabi kita Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
kepada ke-luarga dan para shahabatnya serta para pengikutnya hingga hari
Kiamat.
[sumber : Khutbah Syaikh Abdul Aziz Bin
Abdullah Bin Baz]