Penulis : Fidalis Harefa | 18 April 2012
Penulis : Fidalis Harefa | 18 April 2012
Tingkat kemapanan hidup manusia dapat digambarkan dalam sebuah lelucon. Lelucon makan-memakan mungkin bisa menjadi salah satu yang syarat makna untuk itu. Saat pertama sekali saya dengar lelucon ini dari dosen filsafatku dulu di Fakultas Filsafat P. Siantar, saya menanggapinya biasa-biasa saja. Setelah melihat dan merasakan betapa beratnya perjuangan hidup di negeri tercinta ini, makna lelucon itu teringat kembali.
2. Bila keadaan ekonomi sudah mulai baik. Sudah bisa berkumpul dengan keluarga dan makan bersama di rumah, tentu masalahnya juga beda. Mereka membutuhkan sedikit suasana yang berbeda, atau boleh dikatakan penghasilan yang didapatkan sanggup untuk mencari waktu makan di luar bersama keluarga, mereka akan mempertanyakan: Di mana kita makan hari ini?
3. Karena ekonomi semakin mapan, bonus yang didapatkan semakin besar, kebutuhan keluarga terpenuhi dan kepastian hidup sudah ada, masalah lain juga muncul. Suatu hari mereka merencanakan untuk makan di tempat yang mewah. Karena merasa mampu untuk makan di tempat itu di masa mendatang, maka pertanyaannya begini: Kapan kita makan di sini lagi?
4. Tingkat kehidupan itu semakin naik. Pilihan juga semakin banyak. Kadang ada rasa jenuh, bosan dengan pilihan yang ada, tidak puas dengan apa yang telah tersedia, masalahnya pasti beda lagi. Makan di rumah pun bosan karena menunya itu-itu saja. Semua menu di rumah makan mewah juga sudah pernah dicicipi. Pertanyaan yang akan sering digunakan: Mengapa kita makan yang ini hari ini, coba dong yang lain…?
Waow, 5W + 1H sudah lengkap di sini. Soal makan-memakan sudah selesai. Kita menunggu pertanyaan berikutnya. Barangkali lebih hebat lagi dari pertanyaan yang sudah ada ini.
Ternyata, lelucon yang dulunya tidak terlalu menarik, kini menjadi gambaran kehidupan di negeri yang terlalu banyak acara makan-makan ini… :)
Sumber : Komposiaaa
0 komentar:
Posting Komentar