Tidak perlu berkecil hati bila suami/istri anda tidak atau belum mau ibadah.
Apalagi kalau anda mempunya keluarga yang suami dan istrinya tidak mau ibadah. Memang perasaan malu, sedih, kecewa, marah bisa saja dirasakan ketika menyadari
orang terdekat yang dicintai enggan ibadah. Berhubung saya Islam, jadi ibadah yang saya maksud adalah sholat lima waktu.
Bila menghadapi situasi yang demikian, berbesar hati merupakan sikap
yang menenangkan. Mengingat kembali bahwa keimanan seseorang terjadi
atas izin Tuhan.
Karena menyadari bahwa keimanan itu terjadi atas izin Tuhan, maka
seseorang yang menghadapi situasi di atas, tidak akan marah atau
membenci pasangannya. Ia juga tidak akan menggunakan sikap pasangannya
tersebut untuk melakukan hal serupa.
Pasangan hidup adalah orang terdekat. Cara berpikir seseorang, sedikit banyak dipengaruhi oleh cara berpikir pasangannya.
Dua orang yang mengikatkan diri sehingga disebut pasangan hidup itu
saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi. Dalam beberapa hal, suami
mempengaruhi istrinya. Dalam beberapa hal, suami dipengaruhi istrinya.
Demikian pula sebaliknya.
Dalam konteks pasangan yang tidak menjadikan sholat sebagai kebutuhan
hidupnya, katakanlah suami yang demikian, istri bisa terpengaruh untuk
tidak sholat, bisa juga mempengaruhi suaminya untuk sholat. Posisi
sebaliknya bisa saja terjadi.
Beberapa hal bisa dilakukan bila menghadapi situasi demikian :
1. Mengajaknya
Mengajak pasangan untuk sholat, dengan cara dan bahasa yang simpatik.
Bila ajakan ditolak, tidak perlu marah atau sedih berlebihan, ingat
hanya Tuhan yang bisa membolak-balik hati manusia. Manusia hanya bisa
mengubah dirinya, tak bisa mengubah orang lain. Dengan mengubah dirinya,
manusia sudah mengubah dunia.
2. Mengingatkannya
Di tengah suasana yang rileks, dengan sedikit humor, mengingatkan
pasangan untuk sholat, betapa indahnya sholat itu. Mengatakan juga,
betapa akan lebih mudah mendidik dan membiasakan anak-anak untuk sholat
sejak dini bila ayah-ibunya juga sholat.
Bila pasangan tidak memberikan respon positif, datar-datar saja, cuek,
atau mengatakan itu urusan pribadi masing-masing dengan Tuhan, tidak
usah tersinggung. Memang benar hubungan manusia dengan Tuhan adalah
sesuatu yang bersifat sangat pribadi.
Seseorang tidak bisa memaksakan “caranya ber-Tuhan” kepada orang lain,
bahkan kepada orang terdekatnya sekalipun. Kalau memaksakan, dan
paksaannya tidak berhasil, biasanya ujungnya adalah sakit hati.
3. Mendoakannya
Bila ajakan dan upaya mengingatkan belum mendapat sambutan baik, atau
bertepuk sebelah tangan, kembalikan semuanya kepada Tuhan. Seseorang
beriman atau tidak beriman adalah wewenang Tuhan untuk menjadikan
manusia demikian.
Bisa jadi (misalnya) suami yang tidak beriman diadakan untuk menguji
istrinya yang beriman. Kita tidak pernah tahu. Kalau beriman, tentunya
orang tidak akan marah-marah ketika ajakan baiknya ditanggapi
dingin-dingin saja.
Tak ada orang yang menyatakan dirinya beriman yang tak diuji. Mengingat
ini kembali, membuat seseorang akan ringan hati selalu dalam menghadapi
masalah apapun dalam hidup ini.
[Source http://kompasiana.com]